Sabtu, 19 Februari 2011

berita film asing yang stop beredar di Indonesia

Kembalikan Pajak Film untuk Film Indonesia!


Jakarta - Kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang memberlakukan beban bea masuk atas hak distribusi film impor hingga Hollywood ogah tayangkan filmnya di Indonesia dipandang sinis. Namun itu tidak terlalu masalah, asalkan alokasi pajak tersebut jelas.
Hal itu dikatakan Sutradara 'Ayat-ayat Cinta' Hanung Bramantyo saat dihubungi detikhot via ponselnya, Sabtu (19/2/2011).
"Kalau buat saya, okay bayar pajak nggak masalah. Toh di Amerika pendapatan pajak nomor satu adalah film. Tapi pajak itu tolong dikembalikan kembali ke orang film untuk perkembangan film Indonesia," kata Hanung.
Pengembaliannya itu dalam bentuk nyata. Misalnya saja dibangun sekolah film, studio editing, laboratorium film, perpusatakaan film dan lain-lain. Jadi kalaupun sineas Indonesia ataupun film luar yang bayar pajak, menjadi tidak bertanya-tanya ke mana larinya pajak film?
"Sehingga kita bayar pajak itu ada hasilnya. Cuma ketika saya bayar pajak, ini larinya ke mana? Kok selama ini film Indonesia semakin nggak disupport," jelasnya.
Hanung menggambarkan kondisi jika sineas lokal ingin membuat film. Pertama, di Indonesia cuma ada satu sekolah film, yaitu Institut Kesenian Jakarta.
"Tidak ada studio editing. Jadi kalau kita mau masuk studio harus ke luar negeri. Itu akan menambah biaya, kan kalau bawa barang ke Indonesia kena pajak lagi," ungkap Hanung.





Hollywood Stop Edarkan Film, Ratusan Layar Bioskop Bisa Digulung


Jakarta - Kerugian sudah pasti diderita pihak yang mengimpor dan menayangkan film asing, semisal 21 Cineplex. Ratusan layar bioskop yang tadinya sebagai jatah pemutaran film asing bisa digulung.
Hal tersebut dikatakan Juru Bicara 21 Cineplex Noorca Masardi saat berbincang dengan detikhot via ponselnya, Jumat (18/2/2011) malam.
"Bioskop 21 Cineplex punya sekitar 500 layarnya di Indonesia. Sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun. Itu layar akan menganggur, bahkan bisa ditutup kalau tidak ada yang bisa ditayangkan," kata Noorca.
Sedangkan produksi film Indonesia saat ini belum bisa memenuhi layar bioskop yang ada. Sampai saat ini film nasional baru mampu memproduksi 50-60 judul pertahun.
"Film nasional selama baru mampu berproduksi 50-60 judul pertahun. Nasib 10 ribu karyawan 21 Cineplex dan keluarganya akan terancam," jelasnya.
(ebi/ebi)





DVD Bajakan Jadi Pilihan Pecinta Film Asing yang Kecewa


Jakarta - Pecinta film di Indonesia tidak akan kesulitan menikmati film-film baru garapan Hollywood dan Eropa. DVD bajakan pun akan menjadi pilihan jikaHollywood stop mengirimkan produksi filmnya ke Indonesia.
"Kalau kebijakan ini masih ada, orang-orang akan lari ke DVD bajakan. Jangan sampai ada kebijakan ini," kata Aan, seorang pecinta film saat ditemui di XXI Pejaten Village, Jakarta Selatan, Sabtu (19/2/2011).
Menurut pelajar SMA di Jakarta ini, dengan tidak adanya film asing di bioskop, alternatif tontonan akan menjadi lebih sedikit. Meski film Indonesia tidak jelek, namun dilihat dari keragamannya masih sangat kurang.
"Film Indonesia itu selalu ngarahnya ke cinta, kan kita juga perlu hiburan jenis lain selain film cinta. Misalnya action," kata Aan yang juga gemar membaca ini. Aan mengakui, sineas Indonesia saat ini memang sudah kreatif. Namun untuk membuat film action yang bagus, masih belum mampu.
Sementara itu Sarah dan Novi, dua gadis yang mengaku sangat menyukai film-film asing, juga kecewa dengan kebijakan yang diberlakukan Kamis 17 Februari lalu itu. Menurut mereka, teknik pembuatan dan kualitas film Hollywood dan Eropa jauh lebih bagus dibanding Indonesia.
"Film Indonesia sekarang ini lebih banyak yang nggak berbobot, kebanyakan jual perempuan, di film luar juga ada unsur seks-nya tapi penggarapannya lebih bagus," kata Sarah. Novi dan Sarah pun mengaku akan menonton film-film yang bagus ke mana saja.
"Pokoknya kalau bagus, kita harus nonton," kata mereka kompak.
Sementara itu Heri, pengunjung lainnya, memiliki pendapat yang sedikit berbeda. Menurutnya, dengan tidak adanya film dari Hollywood dan Eropa, para sineas di Indonesia justru akan semakin terpacu untuk membuat film-film yang bagus dan berbobot.
"Tapi sisi bagusnya pemikiran orang Indonesia khususnya pembuat film, akan berkembang dari sisi kreatifnya," kata pria yang mengaku baru mengetahui adanya kebijakan itu.
Pantauan detikcom, bioskop XXI Pejaten Village masih didatangi banyak pengunjung. Bioskop itu juga masih memutar sejumlah film asing seperti 'The Green Hornet', 'The Mechanic', dan 'The King's Spech'. Di sejumlah pigura 'coming soon' juga masih didominasi poster-poster film asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar